Back to top

Sabbath Bible Lessons

Pelajaran dari Surat Petrus (I)

 <<    >> 
Pelajaran 7 Sabat, 18 Mei, 2024

Permohonan pada Kaum Suami dan Kaum Istri

AYAT HAFALAN: “Jika mereka melihat, bagaimana murni dan salehnya hidup isteri mereka itu.” (1 Petrus 3:2).

“Rumah tangga adalah tempat yang terlalu suci untuk dicemari dengan kekasaran, perzinahan/percabulan, dan saling tuduh/tuding. Ada satu Saksi yang menyatakan, ‘Aku tahu perbuatanmu.’ Biarlah kasih, kebenaran, keramahan, dan panjang sabar menjadi tanaman-tanaman yang ditumbuhkan dalam taman hati.”—Mind, Char-acter, and Personality, vol. 1, p. 157.

Bacaan Dianjurkan:   The Adventist Home (Rumah Tangga Advent), pp. 99–112, 177–180. 

Minggu 12 Mei

1. SEBUAH KWALITAS ALKITABIAH YANG SERING DIABAIKAN

a. Apa prinsip vital bagi kebahagiaan keluarga yang sering ditolak oleh kaum perempuan hari ini? 1 Petrus 3:1 (bagian pertama); Efesus 5:22–24; Kolose 3:18.

“Sister/Saudari, apa yang kamu harapkan dari suamimu ketika kamu menikahi dia? Apakah kamu mengharapakan untuk mengendalikan pemerintahan keluarga dalam tanganmu sendiri, dan membawa ke-hendaknya supaya mengikuti kehendakmu sendiri yang menyimpang, keras kepala itu? Berapa banyak ketenangan, kepuasan, damai, dan sukacita yang suamimu telah alami dalam kehidupan pernikahannya? Hanya sedikit sekali. . . . Sang istri tak boleh menganggap dirinya sebagai boneka, untuk dirawat, tapi seorang per-empuan, yang menaruh bahunya dengan beban-beban nyata, bukan bayangan, dan menghidupkan kehidupan yang pengertian, penuh kepekaan tenggang rasa, mempertimbangkan bahwa ada hal-hal lain untuk lebih dipikir-kan daripada memikirkan dirinya sendiri.

“Apa kamu pikir suamimu tidak kecewa ketika dia menemukan kamu apa yang Tuhan tunjukkan pada saya mengenai kamu sebenarnya? Apakah dia menikahi kamu dengan harapan bahwa kamu tidak akan memikul beban, tidak berbagi kesukaran, tidak melakukan penyangkalan diri? Apakah dia berpikir bahwa kamu tidak akan merasa wajib untuk mengendalikan diri, untuk bergembira, ramah, dan penyabar, dan menggunakan akal sehat?”—Manuscript Releases, vol. 17, pp. 310, 311.

b. Apa cara yang paling berhasil bagi istri yang telah berubah untuk menjangkau suaminya yang bukan pemercaya? 1 Petrus 3:1, 2; 1 Korintus 7:10, 13, 14.


Senin 13 Mei

2. PROMOSIKAN HUBUNGAN YANG HARMONIS

a. Apa teladan alkitabiah yang Petrus pakai sebagai model bagi hubungannya istri dengan suaminya? 1 Petrus 3:4–6. Jelaskan keseimbangan yang dinyatakan dalam hubungan ini. Kejadian 21:9–12.

“Instruksi yang diberikan kepada Abraham menyentuh kesucian dari hubungan perkawinan untuk menjadi pelajaran bagi semua zaman. Ia menyatakan bahwa hak-hak dan kebahagiaan dari hubungan ini harus dijaga secara berhati-hati, bahkan dengan pengorbanan besar. Sarah adalah satu-satunya istri Abraham yang sah. Hak-haknya sebagai istri dan ibu tiada orang lain bisa layak turut berbagi. Dia menghormati suaminya, dan da-lam hal ini dia digambarkan dalam Perjanjian Baru sebagai teladan yang patut. Tapi dia tak rela bahwa kecintaannya Abraham harus diberikan kepada yang lain, dan Tuhan tidak menegurnya karena meminta pen-gusiran saingannya.”—Patriarchs and Prophets, p. 147.

b. Apa yang terlalu sering membuat suami sengsara dalam lingkungan keluarga dan merusak nama baik suami di masyarakat? Amsal 14:1; 25:24; 27:15; bandingkan ini dengan 1 Petrus 3:4.

“Sangat banyak suami dan anak-anak yang tidak menemukan apapun yang menarik di rumah tangga, yang terus-menerus disambut dengan omelan/cacian dan persungutan, mencari hiburan dan kesenangan dengan men-jauh dari rumah . . . . Si istri dan ibu, yang sibuk dengan urusan rumahnya, sering kali menjadi tak peka pada kesopanan-kesopanan kecil, yang membuat rumah menjadi menyenangkan kepada suami dan anak-anak, mes-kipun dia menghindari membicarakan gangguan-gangguan istimewanya dan kesulitan-kesulitan di hadapan mereka. Sementara dia sibuk dalam menyiapkan sesuatu untuk dimakan atau dipakai, suami dan anak-anak da-tang dan pergi seperti orang-orang asing.

“Sementara nyonya rumah tangga bisa melakukan kewajiban lahiriahnya dengan kepastian, dia bisa menjadi terus berteriak melawan perbudakan ke mana dia dinasibkan, dan melebih-lebihkan tanggungjawabnya dan kekangannya dengan membandingkan nasibnya dengan apa yang dia sebut kehidupan perempuan yang lebih tinggi . . . . Sementara dia sia-sia merindukan kehidupan yang berbeda, dia sedang memupuk rasa tak puas yang berdosa dan membuat rumah tangganya menjadi tak menyenangkan bagi suaminya dan anak-anaknya.”—The Adventist Home, p. 249.

“Istri pendeta yang tidak setia berbakti mengabdi kepada Tuhan adalah tidak menolong suaminya. Semen-tara suami membicarakan perlunya memikul salib, dan mendesak pentingnya penyangkalan diri, contoh tiap hari dari istrinya sering berlawanan dengan khotbahnya dan merusak/membinasakan kekuatan khotbahnya.”—Gospel Workers (Pelayan Injil), p. 210. [1892 edition.]


Selasa 14 Mei

3. BENTUK-BENTUK KESOMBONGAN YANG BERBAHAYA

a. Bagaimana istri Kristen menjadikan dirinya menarik/atraktif? Amsal 31:25–29.

“[Sang istri] harus secara rajin melakukan semua yang ada dalam kuasanya untuk menjalin suaminya dengan dirinya oleh kesetiaan terketat kepadanya dan setia dalam menjadikan rumahnya gembira dan menarik.”—Testimonies for the Church, vol. 5, p. 598.

“Tuhan tak senang dengan rumah yang berantakan, kemalasan, keterlambatan, dan kurangnya kesempurnaan pada siapapun. Kekurangan-kekurangan ini adalah kejahatan-kejahatan yang serius, dan condong menghentikan kecintaan suami pada istri ketika suami mencintai keteraturan/ketertiban. . . . Seorang istri dan ibu tidak bisa membuat rumah menjadi menyenangkan dan bahagia kecuali dia punya kecintaan pada keteraturan, memelihara wibawanya, dan pengaturannya yang baik; oleh sebab itu semua orang yang gagal pada point-point ini harus segera mulai mendidik diri mereka sendiri dalam arah ini.”—The Adventist Home, pp. 22, 23.

b. Siapa yang perempuan tak bertobat sering coba tarik—dan dengan konsekwensi-konsekwensi apa? Amsal 7:6, 7, 10, 18, 19; 2 Raja-Raja 9:30; Yesaya 3:16–26.

“Akan ada perempuan-perempuan yang akan menjadi para penggoda, dan yang akan melakukan yang ter-baik untuk menarik dan memenangkan perhatian kaum pria kepada diri mereka.”—The Review and Herald, May 17, 1887.

“Pakaian yang bersifat show/pertunjukan, yang berlebih-lebihan terlalu sering memberanikan nafsu di hati si pemakai dan membangkitkan nafsu-nafsu zinah di hati si pemandang. Tuhan melihat bahwa kebinasaan karakter sering kali didahului oleh pemanjaan kesombongan dan kesia-siaan dalam berpakaian.”—Child Guidance, p. 416.

c. Sementara kebanyakan perempuan Kristen mungkin tidak menyadari lagi berupaya memikat kaum pria dalam perzinahan, terhadap bentuk apa dari kesombongan yang kita semua diamarkan? 1 Petrus 3:3; 1 Timotius 2:9.

“Tiada apapun yang menjadi penghalang besar kepadamu [dan suamimu] selain kesombongan kamu berdua. Kamu berdua suka pertunjukan pakaian; ini tak punya bagian dalam agama yang baik, yang rendah hati.”—Testimonies for the Church, vol. 2, p. 493.

“Alkitab mengajarkan kesopanan dalam berpakaian. . . . Ini melarang pertunjukan pakaian, warna-warni yang mencolok, hiasan-hiasan yang berlebihan. Tiap pakaian yang dirancang untuk menarik perhatian kepada si pemakai pakaian atau untuk membangkitkan kemewahan dikeluarkan dari pakaian yang sopan yang Firman Tu-han perintahkan.

“Penyangkalan diri dalam pakaian adalah bagian dari kewajiban kita sebagai orang Kristen. Berpakaian secara sederhana dan pantang pertunjukan perhiasan dan segala jenis hiasan/riasan adalah sesuai dengan iman kita.”—Child Guidance, p. 423.


Rabu 15 Mei

4. KEWAJIBAN SUAMI

a. Setelah memohon pada kaum istri, apa nasehat serius yang Petrus sampaikan kepada para sua-mi—dan konsekwensi rohani dari mengabaikannya? 1 Petrus 3:7.

“Hendaklah suami membantu istrinya oleh simpatinya dan cintanya yang tak pernah gagal. Jika suami ingin istrinya tetap segar dan gembira, senang hati, supaya istri akan menjadi seperti sinar matahari di rumah tangga, biarlah suami membantu istrinya dengan memikul beban-beban istrinya. Keramahannya dan kesopanannya yang penuh kasih akan menjadi penyemangat yang berharga kepada istrinya, dan kebahagiaan yang dia berikan akan membawa sukacita dan damai sejahtera kepada hatinya sendiri.”—The Adventist Home, p. 218.

b. Berikan satu contoh bagaimana suami yang tidak bertobat bisa membuat hidup istrinya sengsara? 1 Samuel 25:3, 14, 17, 23–25.

“Jika suami kejam, rewel, suka mengkritik tindakan-tindakan istrinya, dia tidak bisa mendapat penghormatan dan cinta dari istrinya, dan hubungan perkawinan akan menjadi kejijikan pada istrinya. Dia tidak akan mengasihi suaminya, karena suaminya tidak mencoba menjadikan dirinya menyenangkan. Kaum suami harus hati-hati, perhatian, setia, dan berbelas kasihan. Mereka harus menyatakan kasih sayang dan simpati. . . . Ketika suami punya keluhuran karakter, kesucian hati, kemuliaan pikiran, yang tiap orang Kristen asli mesti punya, ini akan dinyatakan dalam hubungan perkawinan. . . . Dia akan berupaya untuk menjaga istrinya dalam kesehatan dan semangat/keberanian. Dia akan berjuang untuk mengucapkan kata-kata yang menghibur, untuk menciptakan suasana damai sejahtera dalam lingkungan rumah tangga.”—Ibid., p. 228.

c. Apa yang harus menjadi sikap dari suami Kristen sejati kepada istrinya, untuk menginspirasi istrinya supaya mendapat tanggapan menyenangkan dari istrinya? Efesus 5:25, 28, 33; Kolose 3:19.

“Suami-suami harus mempelajari sang Patron, dan berupaya mengetahui apa yang dimaksud oleh lambang yang disampaikan dalam Efesus. . . . Suami harus menjadi seperti Juruselamat dalam keluarganya. Akankah dia berdiri dalam kedewasaannya yang luhur, yang diberikan Tuhan, selalu berusaha untuk memajukan istrinya dan anak-anaknya?. . . Biarlah setiap suami dan ayah mempelajari kata-kata Kristus, bukan secara sepihak, hanya merenungkan pada penghormatan istri kepada suaminya, tapi dalam terang salib Kalvari pelajari tentang po-sisinya sendiri dalam lingkungan keluarga.”—Manuscript Releases, vol. 21, p. 216.


Kamis 16 Mei

5. TIDAK ADA “BOSS” DALAM KELUARGA KRISTEN

a. Bagaimana eratkah seharusnya hubungan antara suami dan istri? Kejadian 2:23, 24; Matius 19:4–6.

“Suami juga istri harus jangan memohon untuk berkuasa. Tuhan telah meletakkan prinsip yang akan menun-tun dalam soal ini. Suami harus mengasihi istrinya seperti Kristus mengasihi gereja. Dan istri harus menghormati dan mengasihi suaminya. Keduanya harus menumbuhkan roh ramah, bertekad untuk tak pernah mendukakan atau melukai/merugikan yang lain.”—The Adventist Home, pp. 106, 107.

“Kita musti punya Roh Tuhan, atau kita tak akan pernah bisa punya rumah tangga yang harmonis. Si istri, ji-ka dia punya roh Kristus, akan berhati-hati dengan kata-katanya; dia akan mengendalikan rohnya, dia akan patuh, dan namun tidak akan merasa bahwa dia ada dalam rantai perbudakan, tapi sahabat kepada suaminya. Jika suami adalah pelayan Tuhan, dia tidak akan menguasai istrinya; dia tidak akan sewenang-wenang dan ke-jam. Kita tidak bisa menumbuhkan kasih sayang di rumah tangga terlalu banyak perhatian; karena rumah tangga, jika Roh Tuhan tinggal di sana, adalah sejenis surga. . . . Jika salah satu bersalah, yang lain akan melakukan pan-jang sabar serupa Kristus dan tidak menjauh secara dingin.

“Suami juga istri harus jangan mencoba menguasai yang lain dengan kendali yang sewenang-wenang yang bukan berdasarkan akal sehat. Jangan mencoba untuk memaksa satu sama lain untuk mengikuti keinginan kamu. Kamu tidak bisa melakukan ini dan mempertahankan cinta kamu pada satu sama lain. Baik hatilah, ramah, sabar, dan panjang sabar, penuh perhatian, tenggang rasa, dan sopan santun. Melalui kasih karunia Tuhan kamu bisa sukses dalam membuat satu sama lain bahagia, seperti dalam sumpah perkawinanmu kamu telah berjanji untuk membahagiakan satu sama lain.”—Ibid., p. 118.


Jumat 17 Mei

PERTANYAAN ULANGAN PRIBADI

1. Bagaimana sikap saya dan nada suara saya kepada pasangan saya bisa lebih konsisten memantulkan prinsip-prinsip yang Tuhan secara jelas telah arahkan?

2. Mengapa saya harus lebih cepat mengakui kesalahan saya dan minta maaf pada pasangan saya?

3. Mengapa Tuhan panggil saya untuk siap/rela mati bagi pasangan saya?

4. Bagaimana saya bisa menghindari selalu berdusta pada pasangn saya dalam pemikiran saya?

5. Kenapa akan menjadi bijaksana bagi pasangan saya dan saya untuk berdoa mempertimbangkan apakah kita bisa bersalah dalam kesombongan pertunjukan—apakah dalam pakaian, kecakapan memasak, atau harta seperti mobil, barang-barang elektronik, rumah, dll?

 <<    >>