Minggu
7 Juli
1. KWALITAS/MUTU ORANG KRISTEN YANG PENTING
a. Apa langkah berikutnya ketika secara rajin membangun iman kita? 2 Petrus 1:5 (bagian pertama).
“Setelah menerima iman pada injil, pekerjaan pertama kita haruslah berusaha menambahkan prinsip-prinsip kebajikan dan kemurnian, dan dengan demikian membersihkan pikiran dan hati untuk penerimaan pengetahuan sejati.”—Testimonies for the Church, vol. 1, p. 552.
“Adalah perjuangan terus-menerus untuk selalu waspada untuk melawan kejahatan; tapi itu berharga untuk memperoleh satu kemenangan setelah satu kemenangan lagi atas diri dan kuasa-kuasa kegelapan. . . .
“Tanpa kebajikan yang murni, tak tercela tanpa pamrih, tak seorangpun pernah bisa naik kepada keunggulan terhormat. Tapi aspirasi-aspirasi yang mulia dan kasih pada kebenaran tidak diwariskan. Karakter tidak bisa dibeli; karakter mesti dibentuk oleh upaya-upaya keras untuk melawan godaan. Pembentukan satu karakter yang benar adalah pekerjaan seumur hidup, dan adalah hasil dari meditasi/perenungan dengan berdoa yang disatukan dengan tujuan luhur. Keunggulan karakter yang kamu punya mesti menjadi hasil dari usahamu sendiri. Te-man-teman bisa menyemangati/memberanikan kamu, tapi mereka tidak bisa melakukan pekerjaan ini untuk kamu. Berharap, mengeluh, bermimpi, tak akan pernah membuat kamu menjadi baik atau hebat. Kamu mesti mendaki menaiki tangga. Kendalikan pikiran kamu, dan pergi bekerja dengan semua kuat kuasa dari ke-hendakmu/kemauanmu.”—Fundamentals of Christian Education, p. 87.
Senin
8 Juli
2. PENGETAHUAN YANG DIBUTUHKAN BAGI KESELAMATAN
a. Terangkan jenis pengetahuan yang kita dipanggil untuk memperolehnya dalam menaiki tangganya Petrus. 2 Petrus 1:5 (bagian akhir); Yohanes 17:3.
“Sang rasul menyampaikan di hadapan para pemercaya tangga kesempurnaan orang Kristen, tiap langkah yang menggambarkan kemajuan terus-menerus dalam pengetahuan tentang Tuhan, dan dalam terus naik tangga di mana harus jangan jalan di tempat. . . .
“Setelah menerima iman pada injil, pekerjaan berikutnya dari pemercaya adalah menambahkan kebajikan pada karakternya, dan dengan demikian membersihkan hati dan menyiapkan pikiran bagi penerimaan penge-tahuan tentang Tuhan. Pengetahuan ini adalah pondasi semua pendidikan sejati dan semua pelayanan sejati. Inilah satu-satunya pelindung nyata terhadap godaan; dan ini saja yang bisa membuat orang menjadi seperti Tu-han dalam karakter. Melalui pengetahuan tentang Bapa dan tentang PutraNya Yesus Kristus, diberikan kepada pemercaya ‘semua hal yang menyangkut kehidupan dan kesalehan/keTuhanan.’ Tiada pemberian yang baik yang ditahan untuk dia yang secara tulus rindu memperoleh kebenaran Tuhan.”—The Review and Herald, September 19, 1912.
“Kita mesti belajar dari Kristus. Kita mesti tahu apa Dia kepada mereka yang Dia telah tebus. Kita mesti menyadari bahwa melalui percaya pada Dia ini adalah kesempatan istimewa kita untuk menjadi partisipan sifat ilahi, dan dengan begitu luput dari kejahatan yang ada dalam dunia ini karena nafsu. Kemudian kita dibersihkan dari semua dosa, semua cacat karakter. Kita tak perlu mempertahankan satu pun kecondongan untuk berbuat dosa. . . .
“Sementara kita turut serta dalam sifat ilahi, maka kecondongan-kecondongan untuk berbuat salah yang di-wariskan dan ditumbuhkan dibuang dari karakter, dan kita menjadi satu kekuatan yang hidup untuk kebaikan. Selalu belajar dari sang Guru ilahi, tiap hari turut serta dalam sifatNya, kita bekerjasama dengan Tuhan dalam mengalahkan godaan-godaan Setan. Tuhan bekerja, dan manusia bekerja, agar manusia bisa menjadi satu dengan Kristus seperti Kristus satu dengan Bapa.”—The SDA Bible Commentary [E. G. White Comments], vol. 7, p. 943.
b. Sebutkan pengetahuan jenis kedua yang diharuskan dalam pertumbuhan orang Kristen. Mazmur 77:6; 2 Korintus 13:5.
“Supaya menerima pertolongan dari Kristus, kita mesti menyadari kebutuhan kita. Kita mesti punya penge-tahuan yang benar tentang diri kita sendiri. Hanyalah dia yang mengenal dirinya sendiri sebagai orang berdosa yang Kristus bisa selamatkan. Hanyalah sementara kita melihat bahwa kita sama sekali tak berdaya dan menyangkal semua kepercayaan-diri, barulah kita akan berpegang pada kuasa ilahi.”—Testimonies for the Church, vol. 8, p. 316.
Selasa
9 Juli
3. PENGENDALIAN/PENGUASAAN DIRI SENDIRI, BUKAN TAK TERKENDALI
a. Pada pelajaran apa para guru Injil yang diinspirasikan membahas secara mendalam? Kisah 24:24, 25; Filipi 4:5.
“Saya berbicara kepada umat kira-kira sejam setengah tentang tangga pengudusannya Petrus yang terdiri dari delapan anak tangga. Saya berbicara mendalam tentang pertarakan/penguasaan diri dan pentingnya pengajaran orang tua pada anak-anaknya soal penyangkalan diri, dan pengendalian diri, menjaga selera dan nafsu dari pemanjaan yang merusak kekuatan mental, moral, dan fisik/jasmani.
“Pelajaran mengenai pengendalian-diri dan penyangkalan-diri harus diterima oleh pendidikan, pada ka-nak-kanak dan anak muda. Selera harus dikekang dan dididik, dan ini adalah pekerjaan tanggung jawab yang diserahkan pada para orang tua. Kaum muda pada generasi-generasi lampau telah menjadi indeks/petunjuk keadaan masyarakat.
“Jika para orang tua telah melakukan kewajiban mereka dalam menghidangkan makanan sehat di meja makan, membuang bahan-bahan makanan yang merangsang dan merusak, dan pada waktu yang sama telah mengajarkan pengendalian diri pada anak-anak mereka, dan mendidik karakter mereka untuk mengembangkan kekuatan moral, kita sekarang tidak akan harus mengurus singa tak bertarak. Setelah kebiasaan-kebiasaan pem-anjaan diri telah dibentuk, dan berkembang bersama pertumbuhan mereka dan dikuatkan dengan kekuatan mereka, betapa sulit kemudian bagi mereka yang tidak dilatih secara layak pada masa muda untuk menghancur-kan kebiasaan-kebiasaan mereka yang salah dan untuk belajar mengekang diri mereka dan mengekang selera mereka yang tidak alami. Betapa sukar untuk mengajarkan orang-orang demikian dan membuat mereka meraakan keperluan dari pertarakan/penguasaan diri orang Kristen, ketika mereka mencapai kedewasaan. Pela-jaran-pelajaran pertarakan harus dimulai sejak pada anak bayi dalam ayunan/buaian nina bobo.”—The Review and Herald, May 11, 1876.
b. Apa tangga berikutnya—dan kenapa? 2 Petrus 1:6 (bagian pertama).
“Tuhan tidak memberikan ijin kepada manusia untuk melanggar hukum/undang-undang sebagai ma-khluk/manusianya. Tapi manusia, melalui menyerah kepada godaan-godaannya Setan mau memanjakan sifat tak bertarak, yang membawa kecakapan-kecakapan yang lebih mulia untuk tunduk kepada selera-selera dan nafsu-nafsu hewan/binatang, dan ketika selera dan nafsu kebinatangan ini yang berkuasa, maka manusia, yang diciptakan sedikit lebih rendah daripada malaikat, dengan kecakapan yang peka pada pertumbuhan tertinggi, menjadi menyerah kepada kendali Setan. Dan Setan memperoleh jalan masuk yang gampang pada mereka yang ada dalam perbudakan selera dan nafsu. Melalui tidak bertarak, sebagian orang mengorbankan separuh, dan orang-orang lain dua-pertiga, dari kekuatan fisik, mental, dan moral mereka. Mereka yang ingin punya pikiran bersih/jernih untuk memahami alat-alatnya Setan, mesti punya selera fisik mereka berada di bawah kendali pen-alaran dan hati nurani. Aksi moral dan kekuatan aksi dari kuasa pikiran yang lebih mulia adalah penting untuk kesempurnaan karakter orang Kristen.”—The Health Reformer, March 1, 1878.
Rabu
10 Juli
4. KESABARAN MUSTAHIL TANPA PENGUASAAN DIRI (PERTARAKAN)
a. Bagaimana penguasaan diri memimpin kepada kwalitas penting berikutnya dalam tangga ini? 2 Petrus 1:6 (bagian tengah); Lukas 21:19.
“Apapun kebiasaan atau praktek yang mana akan melemahkan kekuatan otak dan syaraf atau melemahkan kekuatan fisik/badani membatalkan kegunaan dari sifat baik berikutnya yang datang setelah penguasaan diri—kesabaran/ketekunan. . . .
“Orang yang tidak bertarak yang tak bisa menguasai dirinya, yang menggunakan pemanjaan-pemanjaan yang merangsang seperti—bir, anggur miras, minuman beralkohol, teh dan kopi, opium/narkoba, tembakau, atau apa-pun dari bahan-bahan ini yang merusak kesehatan—tidak bisa menjadi orang yang sabar. Jadi penguasaan diri adalah anak tangga di atas mana kita mesti menaruh kaki kita sebelum kita bisa menambahkan sifat baik dari kesabaran. Dalam makanan, dalam pakaian, dalam pekerjaan, dalam jam-jam yang tertib teratur, dalam gerak badan yang sehat, kita mesti diatur oleh pengetahuan yang mana adalah kewajiban kita untuk memperolehnya agar kita bisa, melalui upaya sungguh, menempatkan diri kita sendiri dalam hubungan yang benar dengan ke-hidupan dan kesehatan.”—Our High Calling, p. 69.
b. Bagaimana penguasaan diri (pertarakan) membantu dalam pengembangan kesabaran—dan mengapa keduanya sangat penting pada hari-hari terakhir dari sejarah bumi ini? Wahyu 14:12.
“Penyalahgunaan pada perut oleh pemanjaan selera adalah sumber yang subur dari kebanyakan masalah di gereja. Mereka yang makan dan bekerja secara tak bertarak dan tak rasional, berbicara dan bertindak secara tak rasional / tak masuk akal. Orang yang tak bertarak tidak bisa menjadi orang yang sabar. Tak perlu untuk minum miras beralkohol untuk menjadi tak bertarak. Dosa dari makan tak bertarak, makan terlalu sering, makan terlalu banyak, dan makanan yang mewah, yang tak sehat, merusak aksi menyehatkan dari organ-organ pencernaan, mempengaruhi otak, dan menyerongkan pertimbangan, mencegah pemikiran dan perbuatan yang rasional, ka-lem/tenang dan sehat. Dan inilah sumber subur dari banyak masalah di gereja. Oleh sebab itu agar umat Tuhan berada dalam keadaan berkenan kepadaNya, dimana mereka bisa memuliakan Dia dalam tubuh mereka dan roh mereka yang adalah milikNya, mereka mesti dengan kepentingan dan semangat menyangklan pemanjaan selera dan nafsu mereka, dan melatih pertarakan dalam semua hal. Kemudian mereka bisa memahami kebenaran dalam keindahannya dan kejernihannya, dan melakukan kebenaran dalam hidup mereka, dan oleh tindakan yang adil, arif bijaksana, jujur, terus terang memberikan pada musuh-musuh iman kita tiada kesempatan untuk mencela pekerjaan kebenaran.”—Testimonies for the Church, vol. 1, pp. 618, 619.
Kamis
11 Juli
5. HASIL INDAH DARI KESABARAN
a. Latihan kesabaran mengembangkan apakah pada kita? 2 Petrus 1:6 (bagian akhir).
“Tidak sabaran membawa pertengkaran dan tuduhan dan dukacita; tapi kesabaran mencurahkan balsem damai sejahtera dan kasih sayang dalam pengalaman kehidupan berumah tangga. Ketika kita menggunakan sifat baik berharga yaitu kesabaran pada orang-orang lain, mereka akan memantulkan roh kita, dan kita akan berkumpul dengan Kristus. Kesabaran akan berupaya demi persatuan di dalam gereja, dalam keluarga, dan da-lam Masyarakat. Sifat baik ini mesti dijalin dalam hidup kita. Tiap orang harus menaiki tangga kemajuan ini, dan menambahkan iman, dengan kebajikan, dan pengetahuan, dan penguasaan diri, tambahkan dengan sifat baik dari kesabaran.
“ ‘Dan pada kesabaran, tambahkan dengan kesalehan.’ Kesalehan adalah buah dari karakter orang Kristen. Jika kita tinggal dalam Pokok Anggur, kita akan menghasilkan buah-buah Roh Kudus. Kehidupan dari Pokok Anggur akan menyatakan dirinya melalui cabang-cabangnya. Kita mesti punya hubungan erat dan intim dengan surga, jika kita membawa sifat baik dari kesalehan. Yesus mesti menjadi tamu di rumah kita, anggota rumah tangga kita, jika kita memantulkan citraNya dan menunjukkan bahwa kita adalah putra-putri dari Yang Maha Tinggi. Agama adalah hal indah dalam rumah tangga. Jika Tuhan tinggal dengan kita, kita akan merasa bahwa kita adalah para anggota keluarga Kristus di surga. Kita akan menyadari bahwa para malaikat sedang menjaga kita, dan kelakuan kita akan menjadi lembut dan panjang sabar. Kita akan menjadi sedang dilayakkan untuk masuk ke dalam istana surga, oleh menumbuhkan kesopanan dan kesalehan. Percakapan kita akan menjadi suci, dan pemikiran kita akan merenungkan perkara-perkara surgawi.
“Henokh telah berjalan dengan Tuhan. Dia menghormati Tuhan dalam setiap urusan kehidupan. Di rumah tangganya dan dalam bisnisnya, dia bertanya, ‘Apakah ini akan berkenan pada Tuhan?’ Dan oleh mengingat Tuhan, dan mengikuti nasehatNya, dia diubahkan karakternya, dan menjadi orang saleh, yang jalan-jalannya berkenan pada Tuhan.”—The Review and Herald, February 21, 1888.
Jumat
12 Juli
PERTANYAAN ULANGAN PRIBADI
1. Mengapa saya perlu menumbuhkan kebajikan-kebajikan Kristen yang aktif dan pasif?
2. Bagaimana saya bisa lebih kenal baik dengan Tuhan—dan kenapa ini penting sekarang juga?
3. Dalam bidang-bidang apa dalam kehidupan yang saya perlu melatih pertarakan/penguasaan diri yang lebih besar?
4. Mengapa kesabaran sangat vital dalam masyarakat yang semakin bermusuhan dan makin agresif?
5. Dimana dan bagaimana kesalehan dinyatakan, seperti telah dicontohkan oleh Henokh?